Editor by Icha Sie Rizqa
~oOo~
Icha Sie Rizqa
~oOo~
Judul : Penantianku
Genre : Sad Romance (?)
Cast :
^^Xi LuHan as Akirana Makoto
^^Seo Joo Hyun as Xi Jia Lin & Yukina Makoto
~o~
Maaf jika ada kesamaan nama, cast, kata, perbuatan, perlakuan, jalan cerita dll ..
karena saya juga terinspirasi dari FF lain yang saya baca ^^
* Happy Reading ^^ *
# Sad Reading #
Hai .. kenalkan
aku adalah Yukina Makoto nama asliku Xi Jia Lin, kalian pasti bingung kenapa
namaku ada 2. Yukina Makoto adalah nama Jepangku dan Xi Jia Lin adalah nama
Chinaku.
Hari ini aku ingin
bertemu dengan seseorang yang spesial bagiku. Walaupun ini masih musim dingin,
hari ini tanggal 31 Desember 2012 aku telah lama tidak bertemu dengannya sejak
kejadian 5 tahun lalu.
Aku memakai jaket
tebalku “Yukina? Kau mau pergi lagi?” Tanya kakak Yoshi, “iya kak J aku tidak akan melupakan kejadian tanggal
31 Desember ini” ucapku seraya tersenyum “emmh baiklah.. kau hati-hati ya Yuki”
ucapnya menggenggam tanganku, aku mengangguk pasti.
Perlahan-lahan aku
berjalan menuju tempat-nya, Akirana Makoto. Jauh memang tapi aku memilih untuk
berjalan kaki saja. Selagi aku berjalan, aku mengingat pertama kali aku dan
Akira bertemu. Ya, di tempat itu aku bertemu dan berpisah dengan Akira.
Bandara.
“mama, aku mau es krim itu” rengekku pada
mamaku
“Jia, pesawat kita sudah mau berangkat,
tidak ada waktu untuk membeli es krim itu” jelas mama
“tapi aku mau sekaraaaang” manjaku lagi
“nanti setelah kita pulang ke China mama
akan belikan kamu es krim yang banyak ya, sayang” mama tersenyum meyakinkanku.
Waktu itu aku
masih berumur 3 tahun dan tidak tahu apa-apa dan kami ini berada di Jepang
karena urusan bisnis papaku.
“ma, aku mau pipis” ucapku bohong
“benarkah? Ayo cepat kita ke toilet!”
“tak perlu mama, Jia bisa pergi sendiri”
aku memastikan
“baiklah. Tapi cepat ya sayang, mama tunggu
di pesawat” mama mencium pipi bakpaoku.
Aku tersenyum riang karena mama tidak
curiga sedikit pun padaku, aku langsung pergi membeli es krim. Aku ingin
membeli es krim itu tapi aku lupa kalau bahasa Jepang berbeda dengan bahasa
Mandarin
“kakak, aku beli 2 rasa coklat” ucap
seorang anak laki-laki yang kira-kira sebaya denganku, aku menatapnya yang
membawa 2 buah es krim itu. “adik mau es krim juga? Tapi maaf es krimnya sudah
habis” ucap pelayan itu tapi aku tidak mengerti apa yang ia katakan. Aku
kembali menatap anak laki-laki itu “apa?!” ucapnya sinis. Dia pergi
meninggalkanku tapi aku terus membuntutinya sampai di taman.
“Mamaa~ !” teriaknya
“ada apa sayang?” wanita paruh baya
memeluknya
“itu~” dia menunjuk ke arahku
“hai anak manis? Apa yang kau lakukan
disini?” kata wanita itu dengan bahasa Jepang, aku hanya diam.
“sepertinya dia menginginkan es krimmu itu
Akira” seorang perempuan yang berada di balik punggung wanita itu angkat bicara
“benarkah? Akira ayo berikan padanya 1”
“tidak mama! Ini milikku!” dia mengambil
lagi es krim yang diberikan mamanya padaku, aku menangis.
“sudah, sudah. Nanti akan bibi belikan 1
untukmu” ucap mama anak laki-laki itu padaku dan memelukku.
“ada apa ini?” seorang laki-laki paruh baya
juga mendekat
“papa~” kata bocah laki-laki itu lagi.
“siapa ini ma?”
“entahlah mama juga tidak tau pa, dia
tiba-tiba mengikuti Akira” jelas wanita yang di panggilnya Mama itu.
“hai!” laki-laki itu melambaikan tangan
“haa..i” balasku gugup dengan bahasa
Mandarin dan hanya menebak apa yang ia katakan.
“oh kau dari China ya?” ucap laki-laki itu
memakai bahasa mandarin sekarang.
“mana orang tuamu?”
“mereka di Bandara” aku berkata polos dan
menunduk
“apa kau sudah ketinggalan pesawat nak?”
aku hanya diam menyesali kesalahanku.
“bagaimana ini? Dia ketinggalan pesawat”
ucap laki-laki paruh baya tersebut dengan bahasa Jepangnya
“benarkah pa?”
“iya ma”
Semua terdiam dan anak perempuan yang
terlihat lebih tua dariku angkat bicara “bagaimana kalau dia jadi adik angkatku
saja ma, pa” terlihat orang yang ia sebut mama dan papa berpikir sejenak
“baiklah! Apa boleh buat” papanya menghela
nafas dan menjelaskan dengan bahasa Mandarin padaku, aku mengangguk saja.
“Hhuuuhhhhhh” Aku
tersenyum mengingat peristiwa konyolku itu. Sejak saat itu nama Xi Jia Lin ku
diganti menjadi Yukina Makoto dan aku menjadi bagian dari keluarga Makoto.
Aku menyinggahi
sebuah toko bunga membeli mawar putih kesukaannya. Saat membeli bunga aku
melihat 2 remaja yg sepertinya sepasang kekasih. Mengingatkanku akan kejadian
saat aku dan dia masih kecil..
“hei kenapa kau mengambil makananku?”
kesalku pada Akira dengan bahasa Jepang yang sudah sedikit fasih
“ambil ini! Ambil ini!” dia mengangkat
makananku ke atas, apa dia sengaja mengejekku karna aku lebih pendek darinya.
Aku semakin dekat dengan Akira setelah hari ke hari tahun ke tahun. Dan kini
dia selalu ada saat aku membutuhkannya.
“sini, sini!” bentakku pada Akira. Dia
hanya menjulurkan lidahnya :p aku berpura-pura menangis dengan memeluk lututku.
Tidak ada suara darinya, apa dia diam? Atau meninggalkanku?
“sudahlah, akukan hanya bercanda” terdengar
suaranya yang menyesal dia kemudian memberiku setangkai bunga mawar putih yang
sangat cantik dan memakaikannya di telingaku.“waah! Kau tidak cocok memakai
mawar ini Yuki .. sini biar ku buang” aku melindungi mawarku
“apa katamu??! Awas kau Akira” teriakku,
dia berlari menggenggam tanganku sambil tertawa.
“Dasar kau
menyebalkan” ucapku tersenyum menatap mawar putih yang telah ku beli.
Oh iya aku juga
ingat saat kami masih kecil itu, Akira curhat kepadaku.
“Yuki-chan, aku ingin jujur padamu” dia
bicara dengan gugup
“apa itu?” aku mulai penasaran
“aku sebenarnya sedang menyukai seseorang”
dia berbisik
“benarkah? Siapa itu?” aku menatap matanya
“ah tidak!” Akira kemudian pergi begitu
saja
“aah Akira! Kau mau kemana? Siapa dia?”
teriakku, tapi dia tetap melangkah
“kakak, Akira mau kemana?” aku bertanya
pada kakak Yoshi
“kakak juga tidak tahu” ia mengangkat
bahunya
Beberapa lama aku menunggunya akhirnya
Akira pulang dengan membawakan aku bunga mawar putih
“ini untukmu” Akira menyerahkan bunga mawar
putih itu untukku
“terima kasih Akira” aku mencium wangi
bunga itu.
Ooh indahnya
masa-masa itu.
Aku kembali
berjalan melewati pohon-pohon sakura dimana ketika kami tengah menginjak
masa-masa remaja. Aku melihat dan mengingat-ingat kejadian dulu waktu di pohon
ini. Goresan huruf dan nama kami yang tak berubah satupun dari pohon itu.
“Yuki, apa yang kau tulis?” Tanya Akira
padaku. Aku tersenyum dan menunjuk goresan yang ku tulis.
“Yuki Akira Jia?” dia mengangkat satu
alisnya “siapa Jia?”
“Jia adalah nama China ku” “benarkah itu?
Apa kau ingat nama lengkapmu?” tanyanya menatapku serius.
“tentu saja” Aku tersenyum lebar “Xi Jia
Lin”
“Xi Jia Lin?? Apa kau tau arti dari
namamu?” tanyanya semangat, aku mengangguk pasti “apa?” sambungnya
“Perhiasan keberuntungan yang indah”
“Perhiasan keberuntungan yang indah??
Benarkah itu?” dia merasa tidak percaya
“kau kira aku berbohong!” jitakanku
melayang di kepalanya, ia merintih kesakitan
“kalau arti namamu apa, Akira?” tanyaku
balik
“Eeemmmmhh ... kasih tahu ga yaa?” jawabnya terkekeh, aku menunjukkan
wajah kesalku. “haha .. kau terlihat cantik jika seperti itu” tanganku siap
sedia sudah ingin memukulnya “ya ya ya baiklah. Arti dari namaku adalah
kejelasan yang benar”
“hah, benarkah itu? Aku tidak yakin” ucapku
sedikit meragukannya “dan apa kau tahu apa arti namaku? Yukina Makoto?” aku
menatap matanya tajam
“sepertinya aku tahu apa arti namamu itu”
aku tersenyum sembari menunggu jawaban darinya “kebaikan yang tulus” jawabnya
singkat “katanya nama itu berpengaruh pada kehidupan” ucapnya dengan nada
menyeramkan
“apa siih! Itu cuma tahayul” aku
mengabaikan ucapannya.
Dia kemudian melanjutkan goresan yang aku
buat hingga membentuk hati.
“mengapa kau buat bentuk hati?” tanyaku
“ini tuh cinta bodoh, kita kan akan selalu
bersama” ia tersenyum
“baiklah, tapi jangan panggil aku bodoh,
jelek” ejekku menjulurkan lidah
Masa-masa saat itu
yang selalu ingin ku ulang, tapi sayang itu tidak akan terjadi.
Aku ingat di kursi
taman dekat pohon sakura itu aku pernah menagis karena dia, Akira. Waktu SMA
Akira sangat populer di sekolah, dan kalian pasti tahu jika pria populer seperti
Akira akan banyak perempuan yang mengejarnya.
Saat itu ketika
kami ..
Akira dan aku selesai ekstra kulikuler Seni
kami pulang dengan bergandengan, tapi ada segerombolan gadis yang mengejar kami,
eh bukan kami tapi yang pasti Akira kemudian melepaskan genggamanku dan Akira
sontak aku terdorong karena gadis-gadis itu. Aku mendengus kesal dan
meninggalkan Akira bersama mereka. Aku berjalan sendiri dan singgah di pohon
yang kami tulisi, sambil menangis aku mengusapkan tanganku ke pohon itu.
Kemudian aku memeluk lututku lalu menagis di kursi dekat pohon itu. Lumayan
lama aku menagis hingga akhirnya ada terdengar langkah kaki seseorang dan menepuk
pundakku, aku menatap seseorang itu.
“Yuki, kau menangis?” tanyanya, Akira.
“tidak, aku hanya kelilipan debu tadi”
kataku sedikit terbata-bata
“benarkah? Aku tidak yakin” balasnya tak
percaya
“percayalah” ucapku lemas sambil tersenyum
paksa meyakinkannya
“baiklah aku percaya padamu” Akira membalas
senyumku “aku memiliki hadiah untukmu, ini!” sambungnya. Ia menunjukkan kantong-kantong
yang penuh dengan permen
Aku menatapnya heran “darimana kau
mendapatkan semua ini? Kaukan tidak memiliki banyak uang untuk membeli itu
semua”
“yap! Aku memang tidak membelinya, tapi ..”
dia tersenyum “ aku diberi oleh adik-adik kelas tadi, hehehe J
kau sih tadi tidak ada jadi aku hanya membawa sebagian dari yang mereka
berikan, mengapa kau menghilang? Akub sangat kerepotan tahu” ia berceria dan
aku hanya memanyunkan bibirku kesal dan pergi meninggalkan Akira.
“hei! Yuki, kau kenapa? Kau marah padaku?”
Tanya Akira mengejarku
“Tidak. Aku hanya kesal melihatmu dan gadis-gadis
itu, uupps!” aku menutup mulutku, aku keceplosan.
“Hwwwaaaaa ... Apa kau menyukaiku???” teriaknya
seraya menyamakan langkahnya denganku
“apa kau bilang, aku menyukaimu??” aku
berhenti berjalan karena kaget mendengar kata-kata Akira yang keluar dari
mulutnya dan sukses membuat tubuhku berhenti bekerja, hanya jantungku yang
berdegup tak karuan
“benaaaarkaan ??!! mengaku saja” ejeknya
“tidak” ucapku ketus
“mengapa wajahmu memerah?? Coba lihat itu,
coba lihat” dia menunjuk-nunjuk pipiku
“hah?!” aku segera menutupi pipiku
“tuuh kan benar!” dia mencubit pipiku
“sudah ku bilang tidak ya tidak” ucapku
sedikit kesal, aku kembali berlari meniggalkannya.
Itu adalah saat
pertama kali aku mengetahui bahwa aku menyukai Akira dan itu juga adalah awal
kejauhan dari kami sampai aku kuliah dan pergi ke New York.
Hatiku terasa
sakit saat aku ingin pergi meninggalkannya ke New York dan melanjutkan kuliah.
Tapi disamping itu aku juga merasa senang bisa melupakan cintaku padanya, yang
mungkin telah bertepuk sebelah tangan.
Hari itu adalah hari keputusanku untuk
memilih aku tetap melanjutkan mengelola “Makoto’s Resto” atau kulian di New
York. Akira, ia sudah di masuk kuliah dan berniat untuk melanjutkan perusahaan
ayahnya sedangkan aku? Aku masih galau, galau dan G.A.L.A.U.
Apa kalian tahu?
Kalian pasti tidak tahu perasaanku saat itu. Abaikan perkataan ku tadi ^^V
“Yuki tersenyumlaah .. ini adalah hari yang
baik. Coba lihat salju akan turun” ucapnya menghiburku dan menunjuk ke arah
langit, aku tersenyum menghargai usahanya untuk menghiburku walaupun hanya
sebuah senyum yang terpaksa “Yuki ... senyummu itu sangat terpaksa, aku tahu”
aku tidak peduli dengan apa yang ia katakan padaku. Aku tetap melanjutkan
langkahku. Dia tetap mengusik dan menjahiliku.
“ah .. Yuki tidak asik” dia sedikit kesal
“Akira, apa kau tidak kuliah sekarang?” aku
menatapnya malas
“tidak. Aku ingin menemanimu saja” dia
menggandeng tanganku dan berjalan lebih dulu
“lebih baik kau masuk kuliah, nanti kau
tidak lulus. Apa kau mau?”
“tapi kan Yuki-chan ..” ucapnya tidak
semangat lagi
“sudahlah, jangan pikirkan aku. Pikirkan
saja dirimu sendiri” aku berhenti dan menatapnya sebentar kemudian tersenyum
“sekarang kau yang tersenyum Akira-san tidak usah pikirkan aku” aku
menghiburnya yang terlihat lemas dengan mencubit pipi kirinya.
“tapi kau pasti memutuskan yang terbaik,
bukan?” Akira memajukan sedikit wajahnya dan menatapku serius
“ya pastilah”
***
Hari ini aku memutuskan untuk pergi ke New
York dan meninggalkan semua kenanganku bersama Akira. Entahlah aku tidak tahu
kenapa aku memilih untuk pergi ke NY daripada disini? apa mungkin aku sudah
terlanjur sakit hati pada Akira? Huh! Entahlah.
Aku pergi ke bandara tanpa berpamitan pada
Akira, karena kutahu jika aku bilang padanya bahwa aku memilih untuk pergi dia
pasti akan mencegahku.
“mama, papa, kak Yoshi. Yuki pergi dulu
yaa, bye” aku melambaikan tangan setelah memeluk mereka
“Yuki tidakkah kita memberitahu Akira dulu
bahwa kau akan pergi?” Tanya kak Yoshi yang mencegatku
“tidak kak, tidak perlu. Akira pasti sedang
sibuk kuliah sekarang” sambil melepas tanganku dari kak Yoshi, aku melambai
sekali lagi dan memasuki pesawat
***
5 tahun kemudian
aku kembali ke Jepang untuk bertemu dengan keluargaku
“aah kau Yuki? Yukina Makoto?” aku
mengangguk pada kak Yoshi yang terlihat kaget ketika membukakanku pintu “ma,
pa. lihat siapa yang datang!!” teriak kak Yoshi
“aah Yukina-chan!!” saat melihatku mama dan
papa langsung memelukku aku membalas memeluk mereka
“kenapa kau tidak bilang kalau mau balik
lagi ke Jepang. Kan biar Akira yang menjemputmu” kata kak Yoshi
“tidak. Aku tidak ingin merepotkan kalian”
aku tersenyum manis menatapnya
“baiklah. Lebih baik kau ke kamarmu dan
istirahatlah dulu” papa menyuruhku dan aku mengangguk
“sini mama bantu mengangkat barang-barangmu
itu” tawar mama yang menunjuk barang bawaanku
“tak usah ma” aku menolak
“kau kan capek, biar mama saja” aku menarik
nafas dan mengangguk mengiyakan tawaran mama
***
Aku berbaring untuk istirahat sebentar
hingga aku terlelap.
Apa kalian tahu?
Saat aku bangun dari tidurku aku melihat Akira sudah berada di depan mataku.
Aku sedikit shock mengetahui itu.
Dia kemudian
keluar dari kamarku dan berjalan menuju jembatan di samping sungai dekat rumah
kami, aku mengikutinya karena penasaran dengan apa yang ia lakukan di kamarku
tadi.
Suasana canggung
pun mulai terasa di antara aku dan Akira, aku tidak berani memulai pembicaraan.
Setelah hening
beberapa menit lalu Akira memulai membuka pembicaraan
“kenapa kau pulang?” ucapnya kasar
“maksudmu?” aku tidak mengerti apa yang ia
maksud
“kau tidak mengerti atau pura-pura tidak
mengerti, hah?”
Aku benar-benar tidak mengerti dan memulai
memperlihatkan wajah penuh tanya, ia menghela nafas.
“kenapa kau pulang? Setelah meninggalkanku
5 tahun lamanya dan tanpa kabar!!” teriaknya padaku
“maaa..” aku belum selesai mengucapkan kata
maaf di melanjutkan omonganku
“maaf?? Maaf?? Hanya itu kah?? Saat kau
pergi, kau tidak memberitahuku!! Kenapa? Kenapa Yuki-chan?? Kau egois
Yuki-chan” ia tidak mampu lagi membendung air matanya dan membiarkannya
membasahi pipi kemudian pergi dari hadapanku
“maaf” kata itu yang selalu kuucapkan saat
menatapnya semakin menjauh dari hadapanku
Ketika itu aku
menangis dengan wajah yang menunduk masih terpaku ditempatku
Entahlah mengapa
kini aku juga menangis mengingat peristiwa tadi saat ia meneriakiku.
***
Sudah 2 hari Aku dan Akira tidak saling
menyapa, tidak enak sih 2 hari tidak saling sapa apalagi setiap hari kami
selalu bertemu
Kini, aku sedang berada di kamar dan
seseorang datang dari balik pintu kamar ku seraya berkata “Yuki, bisakah kau
temani aku ke pesta malam ini?”
Aku membalikkan wajahku mengarah suara itu
dan kudapati Akira yang tengah menatapku, aku hanya diam. Melihatku
mengacuhkannya dengan membalikkan pandanganku lagi ke semula dia kemudian berkata lagi “Yuki, bisakah kau
temani aku ke pesta malam ini?” aku tetap diam, tak apakan aku membalas
kelakuan kasarnya kemarin lusa “Yuki, apa kau mendengarku?” dia mulai kesal
“Aiisshhh ... bisakah kau menjawabku!” aku kembali diam, dia mendekatiku yang
berada di atas kasur dan mendekatkan wajahnya menatapku “Hei! Apa kau mendengarku?”
aku hanya diam “Apa kau sudah tuli?” jitakanku mendarat mulus di kepalanya
“Kenapa kau menjitakku?? Apa maumu, heh?”
“kau, apa yang kau mau? Kau mengataiku
tuli” aku menatapnya tajam
“huuh... baiklah. Sekarang kau jawab ajakan
ku”
“Apa?” Aku pura-pura tidak tahu
“Yuki. Apa kau tidak mendengarnya tadi?”
ucapnya kesal
“Tidak. Memangnya apa?” jawabku enteng
“Bisakah kau menemaniku ke pesta malam
ini?”
“pesta untuk apa? Dan haruskah?”
“Pesta kantor, menyambut klient baru”
“memang apa untungnya kalau aku
menemanimu?” ucapku sok jual mahal, terlihat ia berpikir sejenak dan menjawab
pertanyaanku
“Aku akan memaafkanmu” dia membuang mukanya
ke arah jendela
“memaafkanku? Aku tidak butuh itu, kau
tidak memaafkanku juga tidak masalah” dia kembali menatapku
“tapi itu masalah bagiku”
Deg
jantungku terasa berhenti, mengapa ia
mengatakan itu. Apa maksudnya? Ap..ap..apa di..di..dia menyu... Ah, tidak
mungkin, dia kan sudah punya...
“oh ya Akira, kau kan memiliki gadis
incaran? Siapa dia? Apa dia sudah menjadi pacarmu? Ceritakan bagaimana?”
Kenapa? kenapa kata-kata ini keluar dari
mulutku? Aku tidak ingin mendengar jawabannya, itu pasti menyakitkan
“emmh.. aku sedang bertengkar dengannya”
“Benarkah? Kau harus perjuangkan cintamu,
jangan berpisah dengannya ya?” ups!! Mengapa aku mengatakan hal bodoh seperti
itu? Harusnya aku bahagia kan dia bertengkar
“aku akan berjuang!” Akira mengepalkan
tangannya semangat
“ayo kembali ke topik awal” ucapnya
“baiklah, memangnya kenapa?” tanyaku gugup
“Karna ... aku tidak ingin kita
bertengkar...” aku menatapnya dengan wajah yang tidak percaya “aku juga ingin
kita selalu bersama ... seperti dulu” dia kembali membuang pandangannya, aku
tersenyum dan menggenggam tangannya
“Benarkah itu? Jadi kau memaafkanku?” ucapku
gembira menatap matanya, dia mangangguk.
“aaahhh terima kasih Akiraaa ...” ku
tarik-tarik pipinya gemas
“aaaiikkk aaahh .. cceeaaaapp aattt ..
jaangttii aaaajjjjjjuuu mmuuu” ia bicara tak jelas tapi aku mengerti.
“baiklah, baiklah aku akan ganti bajuku”
aku tersenyum dan mendorongnya keluar dari kamarku
Beberapa saat kemudian aku keluar dari
kamar dan memakai sebuah dress
“Yuki, apakah kau sudah sii ...” ucap Akira
terpotong karena melihat aku yang sudah berada di depannya
“kau cantik Yuki” ia menatapku
Deg
.. jantungku berdebar kembali.
“kau juga tampan” aku memberikan senyuman
manisku “ayo kita pergi” aku menggandeng tangannya
Di pesta itu
takdir mempertemukanku dengan orangtua kandungku yang ternyata klient baru dari
perusahaan papa Akira, Makoto. Dari situ aku dan Akira di jodohkan ...
“hah?! Kami di jodohkan?? Aku dan Akira?”
aku shock mendengar kata itu walaupun bahagia tapi aku tahu kalau Akira sudah
memiliki wanita incarannya sendiri dan mungkin mereka sudah pacaran.
“kau kenapa Jia?” ucap ibu kandungku, aku
menggeleng dan menatap Akira sebentar
“Kalau itu yang seharusnya terjadi,
baiklah” aku terkejut mendengar apa yang Akira katakan
“kkkaaauu .. apa yang kau lakukan?” dia
menatapku bingung
“memang apa?” dia menggaruk kepalanya yang
kukira itu tidak gatal dan menandakan ia sedang bingung sekarang
“hei! Bukankah kau memiliki wanita incaran
sendiri?”
“Yap!”
“lalu kenapa kau menyetujui perjodohan
ini?” aku bingung dan mulai emosi menanggapi kelakuan Akira, dia sadar atau
tidak sih?
“Memangnya ..”
“itu tidak boleh, itu tidak boleh. Aku
tidak mau menyakiti hatimu, kau ingin bersama dia kan? Jangan membuatku merasa
bersalah Akira” aku memotong ucapan Akira , sambil berjalan mondar-mandir di
hadapannya
“apa maksudmu?”
“apa maksudku? Kau tidak tahu?” Akira
mengangguk “hhhhhhhhuuuuuuuuuuhhhh” aku mengambil nafas kemudian menjelaskannya
kembali
“aku tahu kau memiliki wanita pilihanmu
sendiri ..” Akira mengangguk “jadi, tolaklah perjodohanmu denganku ini. Aku
tidak ingin menyakiti hatimu yang mau hidup bersama wanita yang kau inginkan”
“untuk apa aku menolak perjodohan ini?” dia
tersenyum. Aku semakin bingung dan emosi melihat senyumnya
“untuk apa? Apa kau tidak mau bersamanya?”
“jelaslah aku ingin bersamanya”
“maka dari itu tolak perjodohanmu denganku
ini”
“hahahhhaa ...” dia tertawa, membuatku
semakin bingung dengan Akira “kau tidak usah memperdulikanku, yang jelas aku
akan menerima perjodohan ini karna ...” aku menatapnya tajam “wanita yang
selama ini aku tunggu adalah kau Yuki, Kau Yukina Makoto” aku terkejut dengan
pernyataannya itu dan apakah artinya dia mencintaiku? Mencintaiku? Aku tambah
semakin emosi. Jadi, dia mencintaiku sejak dulu? Aku mengacak-acak rambut dan
mulai bersikap tenang.
“jadi maksudmu ... wanita yang dulu kau ceritakan
padaku itu ... adalah aku?” aku memastikannya seraya menunjuk kearahku sendiri
“ya. Itu kau Yukina Makoto, upppss salah
maaf, Xi Jia Lin” Aku tersenyum dan memeluknya erat
“jadi bagaimana? Apakah itu artinya kalian
setuju?” ucap ayah kandungku, kami hanya mengangguk.
“baiklah jadi besok kalian akan di
nikahkan” ucap papa Akira
“secepat itu?” aku dan akira membulatkan
mata, kedua orang tua kami hanya mengangguk. Aku tidak habis piker apa yang
mereka inginkan dengan menyuruh kami menikah secepat itu? Tapi biarlah yang
jelas aku akan bersama Akira ^^
***
Hari itu 31
Desember 2007 adalah hari pernikahan kami, setelah kami menikah. Beberapa menit
kemudian Akira menerima telpon dan harus pergi saat itu juga ke New York untuk
urusan pekerjaan. Aku mengizinkannya pergi dan mengantarnya ke Bandara.
“Kau hati-hati yaa. Cepat pulang” aku
selalu memberi senyuman manisku padanya. Aku sebenarnya tidak rela dia pergi
setelah pernikahan kami yang baru beberapa menit lalu. Tapi tak apalah dia juga
bekerja untukku dan keluarga.
“kau juga hati-hati ya, tunggu aku pulang
ya sayang” Akira memelukku.
Entah feeling buruk apa yang tengah
kurasakan, tapi dia memelukku begitu hangat.
“janji ya kau akan pulang besok, besokkan
Tahun Baru aku tidak ingin melewatkannya denganmu”
“iya aku janji” dia mengaitkan jari
kelingkingnya dengan jari kelingkingku dan mengecup puncak kepalaku sekilas
“ibu, ayah, kakak, ibu mertua, ayah mertua
Akira pergi dulu ya .. bye semua” dia melambaikan tangan dan masuk ke dalam
pesawat
Tak lama saat kami
keluar dari bandara terdengar suara ledakan dari pesawat yang mungkin Akira
tumpangi dan saat kami malihatnya kembali. Benar, itu adalah pesawat yang Akira
tumpangi meledak.
Melihat itu aku tidak bisa berkata apa-apa.
Lututku, kakiku, tubuhku seakan-akan tidak memiliki kekuatan lagi untuk
melangkah. Bibir bawahku yang bergetar, hatiku dan jantungku serasa berhenti
beroperasi melihat puing-puing pesawat yang berhamburan.
Entah apa yang kurasakan sekarang! Semua
rasa campur aduk di hatiku.
Melihat
itu, mayat bertebaran. Aku langsung menangis dan mendapati mayat seorang
laki-laki dengan pakaian yang lengkap dan dan dan memakai cincin pernikahan ku
dan Akira. Aku masih tak percaya lalu ku tatap wajahnya lekat-lekat dan ku
menutup mulut agar tidak menambah air mataku tapi, tapi itu malah membuatku
semakin menangis bahkan aku berteriak histeris.
Di..di..dia .. suamiku?!! aku berteriak tak
karuan entah apa yang kupikirkan aku berteriak dan menangis sejadi-jadinya.
“Jia sabar! Sabar! Sabar!” kakak Yoshi
mencoba mengendalikanku yang sedang emosi tak karuan menangisi laki-laki yang
kucintai dan baru saja menjadi suamiku beberapa menit lalu.
“Bangun! Bangun! Bangun Akira~!! Akiraaa~
cepat bangun!!” aku berteriak sambil menggoyang-goyangkan bahunya berharap ia
bangun memelukku dan merayakan tahun baru bersama berbahagia bersamaku.
“Jia...” ucap ibu kandungku aku memalingkan
wajah menatapnya dan menatap tajam orang-orang yang membicarakanku
Mungkin sekarang mereka menganggapku aneh
bahkan gila.
Biarlah, aku memang sedang tidak sadar apa
yang ku lakukan sekarang.
“Relakan saja dia, Jia” ucap ibu kandungku
seraya memelukku “itu sudah takdir Tuhan” dia mengelus lembut rambut panjangku
“Tapi kenapa begini? Kami baru menikah. Apa
Tuhan tidak ingin melihatku bahagia hingga ia meninggal??”
“Kau tidak boleh seperti itu, Tuhan pasti
memberikanmu yang terbaik, Jia”
Aku sadar ini memang berlebihan, ku
tersenyum dan mengeratkan pelukanku pada ibuku.
Itulah awal dari
perpisahan kami dan akhir dari pertemuan kami.
Sekarang aku telah
sampai di tempat-nya, Akira. Ku
pegang benda dingin yang kini menjadi tanda dia telah tiada dan mengusapnya
beberapa kali. Di tempat terakhirnya kini ia sedang menantiku di surga.
~END~
udah selesai ceritanya ^^
jadi aku ingetin lagi yaa ..
ini tuh hasil pemikiranku kalo ada sama kata-kata, cast, dan jalan cerita aku minta maaf .. ini juga aku terinspirasi dari berbagai FF yang aku baca ...
mungkin salah satunya adalah FF anda (Readers) mian kalo mirip ^^
#Salam persahabatan ^^
#ICHAmpion ^^